Pembelajaran CTL
A. Pengertian Model Pembelajaran CTL
Guru memegang peranan yang sangat penting dalam hal transfer ilmu kepada para siswa. Membuat siswa dari belum mengetahui sesuatu menjadi mengetahui dan memahami suatu hal adalah kewajiban guru. Jika siswa dapat menyerap apa yang guru jelaskan dapat dikatakan bahwa seorang guru tersebut berhasil dalam menjalankan tugasnya dalam mentransfer ilmu pengetahuan.
Perlu diketahui pula bahwa memahamkan orang lain akan suatu hal bukanlah pekerjaan yang sederhana. Oleh karena itu, guru haruslah orang yang aktif dan kreatif dalam menciptakan berbagai macam metode dan model pembelajaran. Dengan banyaknya model pembelajaran yang ada, guru adalah seorang yang bertanggung jawab menentukan model pembelajaran mana yang paling tepat diterapkan di dalam kelas.
Ada berbagai macam model pembelajaran yang dapat diterapkan di dalam kelas yang salah satu diantaranya adalah model pembelajaran kontekstual atau lebih dikenal dengan nama Contextual Teaching Learning (CTL). Menurut Bahrudin dalam bukunya berjudul teori belajar dan pembelajaran, “Pembelajaran kontekstual (CTL) adalah suatu konsep belajar yang dilakukan guru dengan mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari–hari” (Bahrudin, 2008:137).
Model pembelajaran seperti ini diharapkan dapat membuat hasil pembelajaran lebih bermakna bagi siswa karena siswa mengalami sendiri dan bukan sekadar transfer ilmu dari guru ke siswa. Siswa mengaitkan apa yang mereka pelajari dengan kehidupan mereka (pribadi, sosial, kultural) sehingga siswa memiliki keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan. Peran guru di kelas lebih cenderung menjadi pengelola kelas dan pendamping siswa dalam menemukan suatu pengetahuan baru bagi siswa.
B. Landasan Filosofis Model Pembelajaran CTL
Model pembelajaran CTL berdasarkan pada beberapa landasan filosofis. Pertama, model pembelajarn CTL adalah sesuai dengan konsep belajar konstruktivisme. Berdasarkan prinsip ini, be-lajar tidak hanya sekadar menghafal namun lebih mengkonstruksi pengetahuan. Beberapa pakar seperti Jean Piaget berpendapat bahwa pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman, ditambah dengan pernyataan Vygotsky bahwa belajar adalah adanya interaksi sosial individu dengan lingkungan, maka model pembelajaran CTL sangatlah tepat diterapkan demi pencapaian hasil belajar maksimal bagi siswa (Bahrudin, 2008:117,124).
Selain konsep konstruktivisme, filosofi pembelajaran kontekstual juga berakar dari paham progressivisme John Dewey. Menurut konsep ini, siswa akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka pelajari berhubung- an dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat langsung dalam proses belajar di sekolah. Seperti kata sebuah pepatah berbahasa Inggris I hear, I forget;I see, I remember; I do, I master.
Teori lain yang juga melatarbelakangi filosofi pembelajaran konteks- tual adalah teori kognitif. Siswa akan belajar dengan baik apabila mereka terlibat secara aktif dalam segala kegiatan di kelas dan berkesempatan untuk menemukan sendiri. Ilmu pengetahuan baru diperoleh dengan suatu proses sehingga lebih bermakna dan memberi kepuasan bagi siswa dibandingkan dengan hanya diperoleh dari apa yang guru katakan.
C. Hakikat Model Pembelajaran CTL
Pembelajaran kontekstual memang mengharuskan siswa dapat menangkap dan mengaitkan dengan kehidupan mereka. Suatu yang baru bukan diberikan guru tetapi ditemukan sendiri oleh siswa. Sehingga, pada hakikatnya pembelajaran kontekstual (CTL) memiliki tujuh komponen utama, yaitu: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan ( inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment) (Bahrudin, 2008:138).
1. Konstruktivisme
Seperti yang kita ketahui bahwa konstruksivisme merupakan landas an filosofis dari CTL. Berdasarkan prinsip tersebut maka pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pe- ngetahuan. Pernyataan tersebut juga dikuatkan dalam sebuah jurnal pendidikan dan budaya yang ditulis oleh Erman Suherman yang menyatakan, “ilmu pengetahuan itu pada hakekatnya dibangun tahap demi tahap, sedikit demi sedikit melalui suatu proses ... dan harus dikonstruksi melalui pengalaman nyata” (Suherman, 2010).
2. Bertanya
Dalam sebuah pembelajaran, bertanya adalah cerminan bahwa siswa sedang dalam kondisi berpikir. Sudah sepantasnya guru berpikir saat siswa tidak ada yang bertanya. Melalui bertanya, tentu saja guru juga dapat melakukan bimbingan, dorongan, evaluasi, atau konfirmasi kepada siswa. Di samping itu, bertanya juga bisa mencairkan ketegangan, menambah pengetahuan, mendekatkan hati, menggali informasi, meningkatkan motivasi, dan memfokuskan perhatian.
3. Menemukan
Komponen ini merupakan proses yang penting dalam pembelajaran agar retensi (daya tangkap dan daya ingat) siswa kuat dan memunculkan kepuasan tersendiri dalam benak siswa karena siswa benar-benar memahami suatu masalah tersebut. Hal ini karena siswa mengalami si- klus, yang meliputi observasi, bertanya, menduga, kolekting, dan menemukan konklusi sebuah ilmu pengetahuan baru. Dengan menemukan kemampuan kognitif, kritis, kreatif, inovatif, dan improvisasi siswa otomatis akan terlatih.
4. Komunitas Belajar atau Masyarakat Belajar
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil belajar di-peroleh dari hasil kerjasama dengan orang lain, baik melalui perorangan maupun kelompok orang, dari dalam kelas,sekitar kelas, di luar kelas, di lingkungan sekolah, lingkungan rumah, ataupun di luar sana. Dengan demikian, siswa bisa saling tukar pengalaman dan berbagi ide. Dalam hal ini, siswa akan terlatih pula untuk menghargai orang lain, memperluas cara pandang agar tidak hanya dari sudut pandang dia seorang. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan CTL guru sangat disarankan untuk membentuk kelompok belajar agar siswa membentuk masyarakat belajar untuk saling berbagi, membantu, mendorong, atau menghargai.
5. Pemodelan
Permodelan sangatlah penting dallam pembelajaran CTL karena biasanya konsep akan lebih mudah dipahami atau bahkan bisa menimbulkan ide baru. Pemodelan tidak selalu oleh guru, bisa juga oleh siswa atau media lainnya. Siswa dapat meniru, mengadaptasi, atau pun memodifikasi sesuai kebutuhan si siswa berdasarkan model-model yang telah ada.
6. Refleksi
Refleksi adalah berpikir kembali tentang materi atau aktivitas yang baru dipelajari atau mengevaluasi kembali bagaimana belajar yang telah dilakukan. Siswa dapat mencatat apa saja yang telah dipelajari dalam sebuah jurnal. Selain itu refleksi juga bisa dilakukan dengan mengadakan diskusi kelompok tentang materi yang telah dipelajari. Hal tersebut berguna untuk evaluasi diri atau koreksi sehingga kita dapat memperbaiki kesalahan sebelumnya atau mencari alternatif lain untuk memaksimalkan hasil belajar.
7. Penilaian Autentik
Seperti yang dijelaskan Suherman dalam jurnal pendidikan dan budaya, sangat jelas sekali bahwa:
Asesmen autentik adalah penilaian yang dilakukan secara komprehensif berkenaan dengan seluruh aktivitas pembelajaran, meliputi proses dan produk belajar sehingga seluruh usaha siswa yang telah dilakukannya mendapat penghargaan. Penilaian autentik semestinya dilakukan dari berbagai aspek dan metode sehingga objektif. Misalnya membuat catatan harian melalui observasi untuk menilai aktivitas dan motivasi, wawancara atau angket untuk menilai aspek afektif, porto folio untuk menilai seluruh hasil kerja siswa, dan tes untuk menilai tingkat peguasaan siswa terhadap materi bahan ajar. Kata kunci asesmen autentik adalah menjawab pertanyaan bagaimana usaha siswa, bukan pada pertanyaan apa yang sudah dikuasai siswa.
Dari penjelasan tersebut, prinsip-prinsip yang dipakai dalam penilaian autentik antara lain: mengukur semua aspek baik itu proses, kinerja maupun produk, dilaksanakan sepanjang proses pembelajaran, meng-gunakan berbagai cara dan berbagai sumber, dan tugas-tugas yang diberikan harus mencerminkan bagian kehidupan siswa yang nyata setiap hari.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa penilaian bukan semata-mata hanya berdasarkan hasil yang dicapai oleh seorang siswa, tapi lebih kepada bagaimana proses siswa mencapai hasil tersebut.
Karakteristik Model Pembelajaran Kontekstual
Pada dasarnya, model pembelajaran kontekstual memiliki karak-teristik tertentu yang dapat membedakan model pembelajaran ini dengan model-model pembelajaran lain. Karakteristik model pembelajaran ini antara lain:
a. Pembelajaran berpusat pada siswa
Guru harus melibatkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar (students oriented). Hal ini akan memberi pemahaman lebih kepada siswa karena siswa yang mengalami secara langsung proses belajar tersebut.
b. Pembelajaran mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari
Materi pelajaran bukan lagi menjadi suatu hal yang abstrak dan sulit dimengerti. Dengan mengaitkan dengan hal-hal yang ada di sekitar, siswa menjadi lebih mudah menyerap materi karena apa yang mereka pelajari adalah ada di kehidupan sehari-hari.
c. Melatih dan mengembangkan kemampuan penguasaan konsep, pemecahan masalah secara kreatif, dan
kreativitas siswa
Siswa membangun pengetahuannya sendiri. Model pembe-lajaran tidak lagi teacher oriented yang berpusat pada guru se-bagai pentransfer ilmu, namun harus mengedepankan siswa students oriented.
d. Menggunakan penilaian yang berfokus pada tujuan untuk mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa
Untuk mengukur kemampuan siswa, penilaian tidak hanya dilakukan di akhir materi pelajaran atau dalam suatu tes sumatif. Penilaian juga dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Keaktifan dan partisipasi siswa di dalam kelas juga sangat dipertimbangkan dalam penilaian.
Prinsip-Prinsip dan Strategi Penerapan Model Pembelajaran CTL
A. Prinsip Penerapan Model Pembelajaran CTL
Menurut (Agus Supriyanto, 2007:24-25) dalam menerapkan model pembelajan CTL, seorang guru harus memegang beberapa prinsip pembelajaran berikut ini:
a. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan perkembangan mental.
b. Membentuk kelompok belajar yang saling bergantung
c. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri.
d. Mempertimbangkan keragaman siswa (diversity of student).
e. Memperhatikan multi-intelegensi (multiple inteligences) siswa.
f. Melakukan teknik-teknik bertanya (questioning).
g. Menerapkan penilaian authentic (authentic assessment).
B. Strategi Model Pembelajaran CTL
Berdasarkan penjelasan dari Texas Collaborative for Teaching Excellence (2005) yang terkutip dalam makalah oleh tim penatar Undiksha dan disampaikan pada Pelatihan Para Kepala Sekolah Dasar Kabupaten Karangasem Dana DBEP, Tanggal 29-31 Juli 2007, diterangkan strategi dalam melakukan pembelajaran kontekstual. Strategi pembelajaran tersebut diakronimkan menjadi REACT, yaitu: Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transferring.
a. Relating
yaitu belajar dalam konteks menghubungkan apa yang hendak di-pelajari dengan pengalaman atau kehidupan nyata. Untuk itu, bawa perhatian siswa pada pengalaman, kejadian, dan kondisi sehari-hari. Lalu, hubungkan/kaitkan hal itu dengan pokok bahasan baru yang akan diajarkan.
b. Experiencing:
yaitu belajar dalam konteks eksplorasi, mencari, dan menemukan sendiri. Memang, pengalaman itu dapat diganti dengan video, atau bacaan (dan bahkan kelihatannya dengan cara ini belajar bisa lebih cepat), tetapi strategi demikian merupakan strategi pasif, artinya siswa tidak secara aktif/langsung mengalaminya.
c. Applying
yaitu belajar mengaplikasikan konsep dan informasi dalam konteks yang bermakna. Belajar dalam konteks ini serupa dengan simulasi, yang seringkali dapat membuat siswa mencita-citakan sesuatu, atau membayangkan suatu tempat bekerja dimasa depan. Simulasi se-perti bermain peran merupakan contoh yang sangat kontekstual ka-rena siswa mengaplikasikan pengetahuannya seperti dalam dunia nyata. Seringkali juga dilakukan berupa pengalaman langsung (firsthand experience) seperti magang.
d. Cooperating
yaitu proses belajar dimana siswa belajar berbagi (sharing) dan berkomunikasi dengan siswa lain. Pembelajaran kooperatif meru-pakan salah satu strategi utama dalam CTL, karena pada kenyataannya karyawan berhasil adalah yang mampu berkomunikasi secara efektif dan bisa bekerja dengan baik dalam tim. Aktivitas belajar yang relevan dengan pembelajaran kooperatif adalah kerja kelompok; dan kesuksesan kelompok tergantung pada kinerja setiap anggotanya. Peer grouping juga suatu aktivitas pembelajaran kooperatif. Beberapa teknik pembelajaran kooperatif akan diulas pada bagian lain dari makalah ini.
e. Transferring
yaitu belajar dalam konteks pengetahuan yang sudah ada, artinya adalah, siswa belajar menggunakan apa yang telah dipelajari untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Aktivitas dalam pembela-jaran ini antara lain adalah pemecahan masalah (problem solving).
Alasan Memilih Model Pembelajaran CTL dan Perbedaannya dengan Model Pembelajaran Tradisional
A. Alasan Memilih Model Pembelajaran CTL
Pembelajaran kontekstual memberikan alternatif pembelajaran yang berbasis pengetahuan, pertumbuhan kecerdasan, sosialisasi dan pemahaman situasi. Berdasarkan hasil pengembangan dan ujicoba pada bidang bahasa Indonesia kepada siswa sekolah dasar yang telah dilakukan oleh Mohammad Effendi, dosen Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Malang, dapat diperoleh kesimpulan, bahwa pendekatan pembelajaran konstekstual mampu meningkatkan kemampuan siswa mencapai rentangan 10% sampai dengan 27%, serta tingkat efisiensi antara 0,06 % sampai 0,15 % per menit (Mohammad Effendi, 2010).
Ditinjau dari karakteristik pembelajaran CTL, model ini sangat cocok jika diterapkan di dalam kelas dengan alasan antara lain:
a. Kerjasama dan saling menunjang antar individu/kelompok
b. Menyenangkan, tidak membosankan sehingga siswa dapat bergairah dalam menyerap ilmu
c. Menggunakan strategi pembelajaran yang terintegrasi
d. Menggunakan berbagai sumber
e. Siswa dituntut aktif dan kritis
f. Guru juga harus kreatif dan inovatif
g. Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain h. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain.
Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran CTL
Tidak ada sesuatu di dunia ini yang benar-benar sempurna. Walaupun telah dirancang sedemikian rupa, model pembelajaran CTL juga memiliki kelebihan dan kelemahan, yang antara lain ada dalam tabel sebagai berikut.
Model CTL
|
Model Tradisional
|
1.
Menyandarkan
pada pemahaman konsep.
2.
Pemilihan
informasi berdasarkan kebutuhan siswa.
3.
Siswa
terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
4.
Pembelajaran
dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan.
5.
Selalu
mengkaitkan informasi denganan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
6.
Cenderung
mengintegrasikan beberapa
bidang.
7.
Siswa
menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir
kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja
kelompok).
8.
Perilaku
dibangun atas kesadaran diri.
9.
Keterampilan
dikembangkan atas dasar pemahaman.
10.
Hadiah
dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif.
11.
Siswa
tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan.
12.
Perilaku
baik berdasarkan motivasi intrinsik.
13.
Pembelajaran
terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.
14.
Hasil
belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.
|
1.
Menyandarkan
pada kekuatan hafalan.
2.
Pemilihan
informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.
3.
Siswa
secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru.
4.
Pembelajaran
sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan.
5.
Memberikan
tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan.
6.
Cenderung
terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
7.
Waktu
belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas,
mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).
8.
Perilaku
dibangun atas kebiasaan.
9.
Keterampilan
dikembangkan atas dasar latihan.
10.
Hadiah
dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.
11.
Siswa
tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman.
12.
Perilaku
baik berdasarkan motivasi ekstrinsik.
13.
Pembelajaran
terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas.
14.
Hasil
belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.
|
Kelebihan Model Pembelajaran
CTL
|
Kelemahan Model Pembelajaran
CTL
|
1. Pembelajaran menjadi lebih
bermakna dan riil. Dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan
kehidupan nyata, materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori
siswa, sehingga tidak mudah dilupakan.
2. Pembelajaran lebih produktif
dan memaksimalkan konsep belajara siswa.Seorang siswa dituntut untuk
menemukan pengetahuan sendiri melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
|
1.
Guru
lebih intensif dalam membimbing karena guru tidak lagi berperan sebagai pusat
informasi tapi sebagai pengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja
bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa.
2.
Guru
memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan
pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
|
Belajar bukan lagi menjadi sesuatu yang abstrak yang sulit dicerna oleh otak. Guru tidak lagi hanya menjadi seorang pentransfer ilmu yang hanya menerangkan apa yang ada di buku kepada siswa tapi tugas guru adalah menemani siswa dalam menemukan pengetahuannya. Dengan model pembelajaran CTL, siswa juga lebih bisa berinteraksi dengan orang lain, berbagi ide, dan saling membantu mengembangkan pengetahuan baru.
0 comments:
Post a Comment